Ilustrasi: Google
"Sayang sama kamu itu seperti aku ingin melepaskan balon ini ke udara. Selalu tidak bisa. Tanganku enggan melepaskan karena hati ini tidak ingin merasakan perpisahan."
Seingatku, begitulah ucapan Rendi kepada Resa, seseorang yang dahulu pernah dia banggakan. Kehilangan Rendi membuat separuh hidup sahabatku berubah, meja makan di kafe ini seperti kosong, dinding penuh mural lucu di hadapannya seakan putih, dan semua tawa canda manusia-manusia di sampingnya seolah hanya angin belaka.
"Hush!" tanganku menyapu pandangan Resa hingga membuatnya hilang termenung. Dia terlihat sedikit terperanjat. "Lo kenapa bengong aja sih, Res?"
"Eh! Eng-enggak kenapa-kenapa, Ti," jawabnya seraya mengaduk-aduk minuman memakai sedotan.
Resa bergumam dengan sedikit senyum tipis di ujung bibirnya. "Nggak kenapa-kenapanya cewek itu ada apa-apa tahu."
"Hmm.. Apa salah ya gue mikirin Rendi?"
"Kok mikirin dia lagi?" Sekejap dahiku mengernyit. Aku yakin, Resa sedang ada pikiran yang macam-macam, makanannya saja belum disentuh sama sekali. "Kalian kan udah putus?"
"Gimana ya gue ngomongnya?" tanya Resa dengan not suara yang hambar.
"Cerita dong sama gue, siapa tahu bisa bantu?"
"Ternyata benar kata lo, Ti. Kenyamanan itu nggak bisa dibeli dengan uang atau fisik seseorang."
Aku hanya mengangguk-angguk saja, membiarkan Resa bercerita.
"Semua yang diberikan Alvi nggak membuat gue nyaman sama sekali. Bahkan, gue kangen dengan semua momen bersama Rendi, mulai dari nongkrong di kafe ini, senyum-senyum sendiri ngeliat Rendi minum coklat, di mobil dengerin lagu pakai JOOX sampai rebutan hape, dan kejahilan Rendi diam-diam bikin video story di Instagram pas gue lagi makan."
Sebenarnya, aku ingin bilang kepada Resa bahwa selingkuh itu memang tidak baik, tapi dengan keadaannya seperti ini aku lebih memilih diam. Resa bisa pacaran dengan Alvi karena hasil dari perselingkuhannya. Padahal, menurutku Resa dengan Rendi sangat cocok. Bahkan, di Instagram banyak yang iri dengan keromantisan mereka.
Hari ini adalah hari ulang tahun Resa. Di hari yang penting ini saja Alvi tidak ada, bahkan tidak mengucapkan selamat ulang tahun kepada sahabatku ini. Justru Rendi yang sudah bukan siapa-siapa, lebih care. Entahlah, terkadang lelaki itu menjengkelkan.
Tiba-tiba Resa meraih tanganku. Aku bisa merasakan betapa dinginnya tangan sahabatku ini. Dia sedang ketakutan, kecewa, dan bingung. "Tolong bantu gue biar bisa balikan sama Rendi, Ti?"
"Apapun untuk lo, gue bakal bantu, Res," jawabku dengan yakin. "Tapi, tolong hargai perasaan Rendi. Jangan mengulangi kesalahan kedua kalinya. Ngerti kan, Res maksud gue?"
Akhirnya, aku bisa melihat simpul senyum sahabat yang biasanya kulihat. Di renungan matanya, aku sudah mulai melihat sebuah harapan. Tatapannya lebih berisi dan senyumnya lebih hidup.
Aku segera mengirimkan kode kepada seseorang dengan menaikkan alis kananku.
Aku segera mengirimkan kode kepada seseorang dengan menaikkan alis kananku.
"Coba lo lihat ke belakang, Res."
Dengan segera Resa membalikkan pandangan matanya ke belakang. "Rendi? Kok bisa ada di..."
"Happy birthday, Resa!"
Dengan wajah yang senang, Resa langsung beranjak dari bangku dan memeluk Rendi. Mungkin, itu adalah gerakan sesungguhnya yang sudah dia pendam sejak lama. Meski sudah tidak bersama, melihat mereka berdua dalam satu frame ini masih saja terlihat cocok.
"Ini balon untuk kamu."
Tanpa ragu, Resa menggenggam tali balon itu. Kemudian, Resa nampak menghitung jumlah balonnya. "Ada sembilan balon?"
"Iya, ada sembilan," jawab Rendi dengan tersenyum.
"Masih ingat sama tanggal jadian kita?"
"Ssstt. Udah jangan bahas itu. Maaf ya, Res, aku datang ke sini nggak bawa kado apa-apa. Bahkan, nggak ada ucapan spesial untuk kamu. Aku hanya berdoa agar kamu sehat selalu, Res."
"Masih ingat sama tanggal jadian kita?"
"Ssstt. Udah jangan bahas itu. Maaf ya, Res, aku datang ke sini nggak bawa kado apa-apa. Bahkan, nggak ada ucapan spesial untuk kamu. Aku hanya berdoa agar kamu sehat selalu, Res."
"Makasih ya, Ren," air mata Resa akhirnya pecah. Namun, Rendi sigap menghapus air mata itu dengan tisu yang ada di atas meja ini.
Beberapa orang teralih pandangannya melihat momen Resa dengan Rendi. Aku senang bila melihat sahabatku senang. Dan aku pun senang karena rencanaku bersama Rendi berhasil membuat kejutan kepada Resa.
"Ren."
"Iya, Res?"
"Masih ingat sama kata-kata kamu yang dulu nggak?"
Rendi hanya mengangguk. Kemudian dengan lembut mengambil tali balon yang sedang dipegang Resa. Rendi tersenyum dengan menatap mata Resa yang penuh nanar.
"Tapi semuanya udah berubah, Res."
"Maksud kamu?"
"Tapi semuanya udah berubah, Res."
"Maksud kamu?"
"Sayang sama kamu itu seperti aku menggenggam tali balon ini. Selalu ingin aku pegang erat agar tidak terbang lagi ke tempat yang lain."
Contact
Tidak ada pertemanan yang tidak diawali dengan perkenalan