Aku Yang Ingin Menang

Ilustrasi - Sumber: google.com
Untuk Lomba Menulis #FF2in1 dari Nulis Buku. Ditulis dalam waktu 30 menit

Lena, wanita berkerudung hitam itu selalu punya mimpi untuk menang. Bukan menang perlombaan, melainkan menang menggampai impian. Menggapai mimpi untuk bisa terbang ke langit ke tujuh, meski awan menggoreskan tinta gelapnya. Mendung. Hanya untuk bertemu seseorang.

Di permukaan berbatu yang ia pijak, selalu berderai air mata. Ia sering menangis ketika suara ombak berhasil mengguncang hatinya. Mengguncang seluruh kenangannya. Seluruh memori yang sudah ia simpan rapi di dalam hati. Di dalamnya, hanya ada Sakti, kekasih yang meninggal karena tertarik ombak.

Waktunya sudah satu tahun yang lalu. Namun, sakitnya masih terasa sampai sekarang. Ia ingat betul ketika Sakti berkata ingin menikahinya, tapi skenario Tuhan berkata lain: mereka tak jadi menikah.

'Aku ingin hidup bersamamu. Seperti langit dan awan putih itu yang selalu menyatu hingga membentuk pesona yang indah' ucap sakti, kala itu melintas dalam pikiran Lena begitu saja.

Ia tetap memandangi langit. Melihat langit yang kini mengekspos biru kehijauan. Ia mulai menitikan air mata. Tak bisa menahan. Ia melempar batu ke arah gunung yang berdiri gagah di atas laut. 'Mengapa hidup seperti ini!' ia menyeru, berteriak sekeras-kerasnya sampai beberapa burung dari gunung tersebut ada yang terbang.

Ombak kembali membasahi kakinya. Juga membasahi pipinya yang terbasuh air mata. Ia terus menangis. Melempar batu sekali lagi. Batu yang masuk ke dalam air membuat gelombang kecil. Hanya kecil. Ini seperti impian dia yang sudah sirna. Sudah hilang seperti gelombang tadi yang membentuk lingkaran di permukaan air.

Ia menatap langit lagi. Ia berteriak, 'Mengapa Tuhan mengambilnya!'. Air mata kembali menetes. Lantas apa yang membuat dia terlalu menyalahkan takdir. Alam semesta tak tahu. Hanya dia yang mengerti. Di saat terdiam, ombak yang datang kepadanya seakan berbisik, 'Apa perlu aku ambil kamu juga untuk bertemu dengannya?'.

Seketika Lena tertegun. Ia menggelengkan kepala. Kemenangan tak lagi bersamanya.