Aku harap kamu tidak gusar ketika aku menjawab, 'nggak tahu' seraya menggelengkan kepala. Sungguh, itu salah satu pertanyaan yang nyaris sama sulitnya dengan perhitungan aljabar. Butuh berbagai formula yang akurat untuk menjawabnya. Agak sulit. Bukan apa-apa, hanya takut kamu salah menangkap apa yang aku katakan.
Beberapa orang ternama pun menjabarkan jawaban dari pertanyaan itu dengan diksi yang cukup menguras imaji. Mungkin, tak cukup hanya dengan memandangi goresan awan putih di langit untuk mendapatkan inspirasi. Atau juga menatapi embun daun yang kau tengok dari balik jendela di pagi hari. Khalil Gibran, contohnya. Sang penyair terkenal di dunia itu pernah menulis seperti ini:
'Apabila cinta memanggilmu, ikutilah dia walau jalannya berliku-liku. Dan, apabila sayapnya merangkuhmu, pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu'.
Andaikan kita sama-sama menangkap kalimat 'ikutilah dia walau jalannya berliku-liku', barangkali yang ingin sang penyair lukiskan adalah 'cinta butuh perjuangan'. Iya, untuk sayang sama kamu pun butuh perjuangan. Aku berjuang untuk tak pindah hati nol koma satu derajatpun kepada siapapun itu. Aku berjuang tak mencicip hidangan manis yang wanita lain tunjukkan. Tentu, aku berjuang untuk tetap sayang sama kamu.
Di sini, kita sama-sama mengarungi bahtera ketidakjelasan dunia. Apalagi disuguhi mood kamu yang kadang-kadang berubah. Kadang kamu nyebelin. Kadang kamu ngeribetin. Kadang juga kamu... Ahhh, terlalu banyak. Maaf, bukan maksudku untuk mengeluh.
Kamu nyebelin di saat sama sekali tidak melemparkan senyuman sedikitpun kepadaku saat baru bertemu. Kurang komplet rasanya. Seperti menyeruput iced chocolate yang kehilangan rasa manis. Hambar. Padahal, minuman itu yang aku sukai.
Kadang, kamu juga ngeribetin ketika ocehan kamu terlalu panjang untuk didengar. Kamu harus mengerti bahwa segala sesuatu ada batasnya. Aku tak selamanya bisa bersabar menghadapimu yang sering tiba-tiba berubah itu. Bahkan, kesabaran dalam menunggu jawaban apakah orang di sana mencintai kita pun ada batasnya. Benar kan?
Tak perlu jauh ke sana deh. Mangkuk untuk menampung air saja bila sudah melebihi ambang batas dapat tumpah. Namun, sudah berkali-kali aku berusaha mencari mangkuk dengan ukuran yang sama. Lalu kuangkat mangkuk yang sudah penuh itu dan kutampung tetes demi tetes tumpahan airnya. Maka dari itu, selama ini aku selalu menjaga keharmonisan hubungan kita. Selalu mendengarkan ocehan kamu yang seringkali buatku pusing.
Ingin rasanya menjawab, 'aku sayang kamu karena kamu cantik dan karena kamu memang tipe yang aku cari'. Akan tetapi, aku takut jawaban itu kamu potong dengan kalimat tandingan, bertanya berapi-api , 'jadi kamu sayang aku nggak apa adanya?'.
Sayang... Percayalah.
Aku sayang kamu apa adanya, tapi di balik itu juga ada apanya. Aku sayang kamu karena kamu baik, kamu tipe aku yang rajin beribadah, serta mencintai keluarga. Aku ingin selain kamu menyayangi aku, kamu juga perlu menyayangi keluargaku. Bagaimanapun cinta kita berdua mungkin milik mereka juga. Di saat kita berputar dalam poros yang salah, siapa lagi yang akan menyelamatkan kita? Kemungkinan besar adalah keluarga aku dan keluarga kamu. Mereka adalah hero. Pahlawan penuntun ke dalam hubungan yang baik. Tanpa mereka, kita bukan apa-apa. Mirip bila kamu menyayangi aku tanpa cinta, seperti satu gelas hot coffee yang isinya ampas semua.
Tenang saja ya sayang. Meski aku sering gelagapan menjawab pertanyaan 'kenapa sih kamu sayang sama aku?', percayalah, aku sayang kamu dan ada berjuta alasan di dalam pikiran yang sulit untuk aku curahkan.