Ilustrasi - Sumber: google.com
Untuk mengikuti Lomba Menulis #FF2in1 dari Nulis Buku. Ditulis dalam waktu 30 menit
Aku berbaring di kasur. Meraih foto Mikel dari atas meja lampu. Aku memandanginya penuh harap. Ia adalah kekasihku yang telah lama menghilang setelah kejadian itu. Kejadian yang memilukan. Pilu bagiku untuk mengingat waktu itu: ia pergi bersama wanita lain.
Ingat betul dalam ingatanku, ia pernah berucap, 'Aku takkan melakukan hal bodoh kepadamu. Aku tak akan selingkuh'.
Sekarang pemanis itu hanyalah manis belaka. Tak terbukti. Aku menatap dalam-dalam foto ini hingga terukirlah memori lama yang sudah kupendam itu.
Di suatu malam, Aku hilang arah mencari Mikel, seorang lelaki yang sudah mencintaiku selama lima tahun. Manis, pahit, asam, dan getirnya kehidupan sudah kami rasakan berdua. Hingga saat aku berdiri di pinggir jalan sembari memegang payung menutup tubuh dari hujan, di depan mataku melintas seorang lelaki mirip kekasihku sedang menggandeng wanita. Lelaki itu berbadan tinggi, tegap, memakai topi hitam, kacamata hitam, sepatu merah, dan memakai jaket putih. Aku bisa menebak bahwa dia adalah Mikel karena aku hapal dengan perawakannya. Kekasih mana yang tak hapal dengan ciri-ciri kekasihnya sendiri?
'Mikel!' aku berteriak dari seberang.
Lelaki itu, kekasihku sempat menoleh ke arahku, namun ia tak acuh. Sedangkan si wanita simpanannya tak peduli dengan teriakan wanita di malam gelap seperti ini. Sekali lagi aku memanggil nama dia, tapi tetap saja ia tak peduli.
Aku menoleh ke kanan dan kiri memastikan jalan aman untuk kuseberangi. Aku berlari. 'Mikel!' sahutku. Ku pegang tangan kirinya karena tak mungkin aku meraih tangan kanannya karena sedang bergandeng tangan dengan wanita lain.
Ia tak gentar sama sekali. Bersikap dingin. Mereka berdua berhenti berjalan. 'Siapa dia sayang?' tanya wanita berbaju merah ketat itu.
Kata 'sayang' yang dilontarkan si wanita membuat semakin benar dugaanku bahwa kekasihku telah mengkhianati aku. 'Kamu kenapa selingkuh?' tanyaku, kini aku menahan sekuat mungkin air mata yang mau menetes. Air hujan semakin teras membasahi trotoar, juga membasahi wajah mereka.
Kekasihku tak bergeming. ia menghiraukan dua pertanyaan wanita yang sedang bertanya.
Hingga pada akhirnya perasaanku semakin hancur setelah Mikel melontarkan kalimat yang berhasil menebas hatiku, 'Dia temanku'.
Lantas aku tak tinggal diam. 'Apa? Aku temanmu?'. Suaraku memecah belah kebisingan hujan yang turun.
'Iya kamu temanku!' ia semakin mengatakan hal yang bodoh.
Wanita di sampingnya semakin memegang erat tangan kekasihku. Aku dilanda cemburu yang teramat. Ini sungguh sakit. Aku dikhianati.
'Ayo kita pergi dari sini' pinta si simpanannya itu.
'Kamu anggap aku teman?' aku bertanya dengan lantang, berharap daun telinganya benar-benar mendengar jeritanku. Namun, ia tak berpengaruh sama sekali.
Hujan semakin deras. Petir semakin rajin saut menyahut.
Mikel hanya mengangguk menjawab pertanyaanku.
'Aku mau kita putus!'. Kuberanikan diri untuk menyudahi hubungan ini.
'Oh ya sudah kalau itu maumu' jawabnya, santai.
'Lelaki keparat!'. PLAK! Telapak tanganku melayang mendarat di pipi kirinya dengan keras.
Mikel membalikan badan dan menarik lengan si wanita simpanannya. Ia pergi tak memperdulikan aku sama sekali.
Semenjak kejadian itu entah mengapa jadi aku yang menyesal. Satu minggu yang lalu, mantanku, Mikel meneleponku. Ia berkata: Wanita waktu itu bukanlah selingkuhanku. Ia wanita yang sedang mabuk dan aku harus membawanya pulang.
Akan tetapi, kemarin, aku melihat mereka bercanda mesra di sebuah kafe. Aku tahu ia berbohong. Aku pun tahu ia bukanlah lagi lelaki yang baik untukku. Memang, tak semua rindu itu harus dirindukan. Juga tak semua rindu harus tergambar melalui mimpi. Terkadang, kita pun perlu bertemu dengan orangnya langsung untuk menyelesaikan rindu itu.