Tanpa Kamu


Sumber: google.com


'Kamu sudah move on belum?'

Pertanyaan klasikmu membuatku jengkel. Kita sudah tidak ada apa-apa lagi. Sudah tidak ada yang perlu diukir lagi. Sekarang, kamu adalah kamu dan aku adalah aku. Kita sudah menaiki perahu yang berbeda. Tak lagi mendayung berdua menuju pelabuhan terakhir yang kita dambakan sebelumnya.

Aku adalah warna merah yang masih menggelora. Masih ingin jatuh cinta. Jatuh sedalam-dalamnya ke dalam perasaan yang membuatku bahagia. Kita sudah berbeda. Jauh berbeda.

Dahulu, kamu adalah bintang di hatiku. Yang sinarnya mengalahkan bulan kala itu. Penghilang rasa gelap dalam sepiku. Penabur berkas cahaya yang menuntun kebahagiaanku. Bila ada bukit yang bisa mengambil bintang itu. Rasanya ingin aku naik. Terus naik. Hingga bisa meraihnya dan kusimpan melekat di hatiku.

Sayang, kini sudah berbeda.

Sungguh aku tak perlu reaksi kimia dari zat Npas 4 yang ditemukan ilmuwan untuk menghapus seluruh ingatan burukku tentang kamu. Tak perlu. Cukup dengan tersenyum pun aku sudah meluruhkanmu.

Memang sih memori keindahan yang pernah kita ciptakan sulit untuk dilupakan. Bahkan, mustahil. Semakin ingin dilupakan, justru semakin mengingatkan. Andai kita tidak pernah bertemu sebelumnya, mungkin kita akan tetap sama-sama tenang ketika bertatapan. Tak ada awkward. Tak ada sembunyi-sembunyi melintas di depan mata. Tentu tak ada yang namanya saling jatuh cinta. Semua akan tetap berjalan semestinya: indah tanpa ada luka.

Masihkah terkenang di pikiranmu, dahulu kamu pernah bilang, 'Aku ingin selamanya sama kamu'. Bodohnya aku tersipu senyum-senyum sendiri saat kamu lemparkan kalimat manis itu. Amat manis. Layaknya orange jus yang tak perlu lagi ditambah sugar. Sudah manis. Sayangnya, kata-katamu itu kini sudah menjadi ampas yang hanya tertimbun di dasar. Lebih tepatnya, di dasar hati. Tak ada satu orang pun yang ingin mencicip. Termasuk aku. Maksudnya, apalagi aku. Sungguh tidak mau. Getir rasanya. Maaf, bukan berarti aku jijik sama kamu. Aku hanya kecewa dengan kalimat yang sempat terucap dari bibirmu itu.

Sekarang, aku sudah move on. Untuk apa berdiam memikirkan seseorang yang tidak memikirkan aku. Apa kamu tidak melihat simpul senyum di bibir ini? Tidak melihat tatapan mataku ini? Semuanya tercipta alami, tanpa imitasi.

Aku bagaikan pelangi yang muncul setelah adanya hujan besar beserta petirnya. Keindahannya macam-macam, hingga tujuh warna. Senang, cinta, bahagia, istimewa, tak ada luka, suka, dan tanpa duka. Tak ada seorang pun yang dapat memegang aku. Takkan ada. Mereka hanya bisa melihat keindahanku setelah hujan itu. Memandangi bersama dari kejauhan. Yang muncul selanjutnya adalah senyuman.

Perkenalkan, itu adalah aku yang sekarang.

Aku yang kini sudah menemukan hati yang baru.
Aku yang kini tak lagi sakit karenamu.
Aku juga yang kini berlayar untuk tenang di duniaku. 
Tentu, semua itu tanpa ada kamu.

Tatanan rambut cokelat mudaku lebih mudah diatur. Sama seperti hati yang tak lagi terikat kusut karenamu. Baju merah cerahku lebih menyinari diriku. Sama seperti cinta yang tak lagi gelap saat bersamamu.

Teman-temanku adalah kekasihku. Kekasih yang sama sekali tak memandang jeleknya aku atau kekuranganku. Selalu ada saat air mataku terjatuh. Selalu ada ketika aku merenung. Kekasih yang selalu setia menjadi bahu untuk kepalaku bersandar.

Aku berharap, kamu tak akan datang lagi di sisiku. Entah di lain waktu di saat aku sudah menjadi seseorang. Kamu adalah salah satu orang yang kubelenggu. Takkan kubuat celah-celah kecil di hatiku untukmu.

Aku percaya, suatu saat, cinta akan merangkulku.
Rindu akan menciumku.
Tawa akan menyelimutiku.
Dan bahagia akan menggenggamku.
Tapi ingat, itu semua tanpa kamu.