Cinta Dari Wanita Bersayap

Ilustrasi - Sumber: google.com
Untuk mengikuti #MeminjamKata dari @KampusFiksi.

Sudah kuduga, kedatanganku ke bumi hanya mengundang simpati para lelaki. Aku khawatir, kulitku yang putih bak susu, aroma tubuh seharum madu, dan sayap bersinar layaknya bulan yang menggantung di langit malam akan menyulitkan aku pulang ke Istana. Padahal, aku turun ke bumi hanya untuk melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh pemimpin Istana, yaitu membawa pulang putri langit. Sebab, dalam aturan Istana, putri langit hanya boleh menetap di bumi selama tiga hari. Bila lebih dari itu, ia akan mati.

Aku mulai panik karena sudah tiga hari anak raja itu belum kutemukan. Malam ini kuputuskan mencari Putri di Marino City. Kota yang kudengar sebagai tempat paling indah di negeri ini. Ada secercah asa dalam hatiku, semoga kami dapat bertemu dengan skenario yang tak pernah terduga.

Aku berjalan menyusuri trotoar. Beberapa orang yang berlalu-lalang melihatku dengan sinis. Mungkin, karena sayapku yang membentang memantulkan cahaya bulan layaknya sinar mentari yang menyusup melalui bilah-bilah jendela pada ruang yang gelap.

Tak lama kemudian, aku melihat ada lelaki yang memegang botol berwarna merah berjalan sempoyongan seperti layang-layang putus terbawa angin. Ia terpaut jarak empat puluh meter di depanku. Saat tertarik memerhatikannya, tiba-tiba tubuh lelaki berjaket biru itu ambruk. Botolnya pecah menghasilkan suara mirip piring keramik yang dibanting. Lantas aku berlari kecil menghampirinya.

Aku bertekuk lutut di samping lelaki itu. "Hei," ucapku sembari mengguncang-guncangkan tubuhnya.

Aku terkejut! Tiba-tiba, kedua tangan lelaki itu memegang erat kakiku, namun masih dengan mata yang tertutup.

Kuhentak-hentakkan kaki kananku seraya berkata, "Buka matamu!". Berharap ia tidak melakukan hal tak senonoh kepadaku, karena aku adalah malaikat yang tak pernah bersentuhan kulit dengan lawan jenis. Kami makhluk suci.

Lelaki itu membuka mata, kemudian melepas genggamannya. Ia terperanjat melihat diriku yang berbeda dengan manusia pada umumnya.

"Kamu jangan takut. Aku hanya malaikat yang sedang diutus ke bumi."

Lelaki itu menghela napas, lalu mengerjap-ngerjapkan kedua mata.

"Semenakutkan itukah diriku?"

Ia menggeleng. "Kamu cantik sekali."

"Terima kasih," balasku, tersenyum kecil.

Lelaki itu berdiri, menegakkan badan, dan bibirnya membentuk simpul senyuman. Kemudian, ia mengulurkan tangan, "Perkenalkan, namaku Ronal."

Aku menatap uluran tangannya. "Maaf, aku tidak dapat bersentuhan denganmu. Namaku, Alea. Salam kenal."

"Oh, tidak apa-apa. Maaf, tadi itu aku tidak bermaksud niat jahat."

"Kamu tadi mabuk?"

"Tidak."

---

Baru kali ini aku mendapatkan teman dari bumi. Teman yang tulus menemaniku mencari Putri. Kukira ia berwatak jahat, ternyata aku salah. Ronal hidup sebatang kara. Ibunya meninggal saat melahirkannya ke dunia, sedangkan sang Ayah baru satu bulan lalu menyusul istrinya.

Untuk memenuhi biaya hidup, setiap hari ia mengamen dari pagi sampai matahari karam. Malamnya, ia bekerja di night club di dekat sini. Aku baru tahu, ternyata, manusia itu pekerja keras. Berbeda dengan malaikat yang hidup di Istana. Di sana, semua makanan, minuman, dan apa yang dibutuhkan sudah tersedia.

"Kamu itu cantik, tubuhmu wangi madu, dan sayapmu bersinar. Apa kamu tidak risih dilihat orang banyak?"

Pertanyaannya memecahkan lamunanku. "Ah tidak. Aku menikmatinya."

"Begitu ya." Lelaki itu menghela napas, kemudian menyilakan kedua tangan di dada. "Aku penasaran, apakah malaikat dapat merasakan jatuh cinta?"

"Jatuh cinta?" Dahiku mengernyit.

"Jangan bilang kamu tidak tahu apa itu jatuh cinta?"

Aku menggeleng.

Lelaki itu malah tertawa.

"Apakah ada yang lucu?"

"Jadi, selama di bumi, kamu belum pernah merasakan jatuh cinta?"

"Belum."

Ia berdecak. "Kuberitahu padamu, salah satu tanda jatuh cinta adalah kamu berani berkorban demi seseorang. Apapun itu bentuk pengorbanannya."

Malaikat mana mungkin dapat merasakan jatuh cinta. Kami diciptakan dengan ukiran hati yang diberi rasa netral. Oleh karena itu, kami tidak dapat sakit hati, menangis, kecewa, apalagi jatuh cinta. Kata Tuhanku, manusia itu diciptakan sebagai makhluk yang sempurna. Mereka diberi akal, pikiran, dan rasa cinta. Manusia begitu dihanyutkan oleh cinta. Mereka begitu dahaga untuk membentuk ikatan dengan seseorang yang bisa mereka sebut sebagai ‘belahan jiwa’. [1]

Meskipun pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna, Tuhan memberikannya hati agar dapat mencintai seseorang dengan cara yang sempurna.

---

Lima belas menit sudah kami menyusuri jalan ini. Putri belum juga ditemukan. Kami jadi banyak menghabiskan waktu berdua. Sekarang, aku dan Ronal duduk di bangku taman yang terbuat dari kayu untuk beristirahat.

Entah mengapa aku merasa nyaman bersamanya. Kenyamanan yang tak pernah kurasakan saat di dalam Istana. Mungkin, ini frekuensi yang manusia berikan kepada seseorang ketika berada di dekatnya. Apakah ini yang namanya jatuh cinta?

Ah, mana mungkin malaikat merasakan jatuh cinta, batinku.

"Alea" sahutnya.

"Iya?"

"Apakah di surga ada jutaan bintang?" tanya lelaki itu, kedua matanya menatap ke atas.

"Tidak ada bila kita tidak meminta."

Aku menengadah ke langit. Rasanya, pemandangan malam ini lebih nyata  daripada di Istana. Di bumi, aku dapat merasakan sapuan halus udara malam sembari melihat cantiknya bulan yang menggantung setengah bulat, dan bintang yang berkedip mesra ke arahku. Ini lebih indah.

Aku menoleh ke arah Ronal yang sedang melirik jam tangan. "Oh iya, aku harus bekerja sekarang. Sepertinya kita cukupkan pertemuan ini."

Aku mengehela napas. "Kita berpisah?"

Ia mengangguk.

Lelaki itu beranjak dari kursi. "Boleh aku memegang tanganmu untuk yang terakhir kali?"

Sejujurnya, aku ingin merasakan hangatnya sentuhan tangan lelaki, khususnya dia manusia pertama yang kukenal. "Tidak boleh," jawabku, berkomitmen teguh terhadap aturan Istana.

"Ya sudah, tak apa. Sampai jumpa lagi ya, Alea."

Aku beranjak dari kursi dan berjalan berbeda arah dengan lelaki itu. Baru saja berjalan beberapa langkah, tiba-tiba aku mendengar suara tabrakan.

Aku menoleh ke belakang. "Ronal!" aku berteriak.

Aku tak sengaja mengepakkan sayap dan terbang menghampirnya. Beberapa orang memandangiku dengan mulut menganga. Aku melintasi kerumunan orang yang menyaksikan kecelakaan.

Aku mendarat di samping Ronal. Aspal yang kupijak ini berselimutkan darah merah kental.

"Alea!"

Kudengar seperti ada yang memanggil namaku. Aku menoleh ke sumber suara. Ternyata dia adalah Putri, aku mengenali dari wajah dan sayap putihnya yang sedang menutup.

"Apa yang terjadi?"

Aku berusaha memberikan pesan dari raja padanya, meski sedang panik. "Kamu harus pulang malam ini atau kamu akan mati Putri!"

Tetes demi tetes air mataku membasahi wajah Ronal. Aku mengusap pipi kananya, berharap ia bangun.

"Alea! kamu menyentuh lelaki!" Kedua tangan Putri berusaha melepaskan tanganku yang terus mengelus wajah Ronal. "Ini peraturan istana. Kamu bisa mati bila melanggar!"

Dengan cara ini kuberikan energi tubuhku kepada Ronal. Seberkas cahaya perlahan muncul di wajah lelaki itu. Putri pasti tahu aku sedang menghidupkan Ronal kembali.

"Hei, kamu bisa mati bila menyentuh lelaki!"

Perlahan, kedua mata Ronal terbuka. Namun, jantungku mulai berdetak pelan dan bulu pada sayapku berguguran. "Ka-kamu hidup lagi Ronal," kataku.

"Alea?" panggilnya, setelah sadar total.

Kuberikan senyum terindah yang kumiliki padanya. Kemudian, tanpa sadar, tubuhku ambruk ke belakang.

"Alea!" ia mengguncang-guncangkan tubuhku. Aku bersyukur karena dapat menghidupkan Ronal. Putri pun terbang kembali ke Istana. Aku baru merasakan, ternyata, ini yang namanya cinta.


[1] Dikutip dari novel terjemahan berjudul ‘HALO’ karya Alexandra Adornetto, halaman 17 dari New York Times Bestseller. Diterbitkan oleh Fantasious.

0 komentar: