Jin Rain (2)

Ilustrasi - Sumber: google.com
Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

Aku memegang kedua pipiku. Telapak tanganku terasa hangat di atas sana. Apa benar aku telah jatuh cinta dengan seorang jin?

"Jangan membuatku malu seperti itu, Rain," ucapku, tersungging kecil di bibir setelahnya.

Tiba-tiba ia mengusap pipi kiriku, ibu jarinya meraba-raba halus. Kurasakan di sana ada kasih sayang yang sedang ia berikan. Kemudian, lelaki berambut jambul cokelat kehitaman itu berkata, "Kamu cantik Selly"

"Berhenti membuatku malu." Kedua mataku mulai tidak fokus menatapnya.

"Jin baik sepertiku tidak pernah berbohong." Ia tersenyum. "Aku ingin bersamamu."

"Kamu yakin?"

"Iya," balasnya, mengangguk.

"Meski dengan perbedaan ini?"

Kedua bola mata hijau berbinarnya menatapku dengan tajam, menyipit. "Harus berapa kali kukatakan padamu agar kamu mempercayai kejujuranku?"

Aku menggeleng. Mungkin, dengan respon begini, Rain menganggap aku tidak tahu. Namun, sebenarnya, cukup dengan jujur sekali pun aku sudah mempercayainya. Maklum, wanita sepertiku memang sering  begini, lebih menyukai menjawab pertanyaan lelaki dengan memakai bahasa tubuh.

Ia melepaskan telapak tangan kanannya dari pipiku. "Sebentar ya, aku mau ke kamar mandi."

"Iya," kataku.

Tak berapa lama kemudian, aku melihat lelaki bertubuh tegap dan memakai baju abu-abu lengan panjang keluar dari koridor kamar mandi. Ia menyembunyikan tangannya ke punggung.

"Hai, tidak lama 'kan?" tanyanya, seperti biasa, senyum kecilnya meruntuhkan hatiku.

"Tidak," jawabku.

"Ini aku ada sesuatu untukmu."

Rain memerlihatkan sekumpulan bunga di hadapanku. Itu adalah bunga yang dicintai masyarakat Olwer City, namanya Lov Flower. Warnanya indah, ada merah jambu dan putih yang melambangkan kesucian. Aku menghirup harum wanginnya dalam-dalam. Ia pasti mengambil bunga ini dari bukit dekat laut, kataku dalam hati.

Saat mengobrol kembali, detak jantungku tiba-tiba menjadi cepat dan kepalaku seperti dipukul-pukul martil. Aku meremas kepala.

"Selly, kamu kenapa?" Aku merasa tangan Rain memegang bahu kananku.

"Aku baik-baik saja." Ia pasti tahu aku sedang berbohong.

"Selly!" serunya.

Ia menaruh kepalaku di bahu kirinya. Sekarang, aku benar-benar lemas. Bahkan, untuk berkata padanya pun sulit, sangat menguras tenaga. Tubuhku seperti terbelenggu.

"Bunganya bagus, aku suka" kataku, bersuara lemas. Aku merasa nyawa sudah menggantung di bawah pita suara. "Kau ambil di bukit dekat laut ya?"

Aku merasa ia menggelengkan kepala. "Itu di pantai dekat laut. Kenapa?"

Aku terperanjat. "Serius? Itu bunga kematian!" Nyawaku mulai terasa ingin melayang.

"Oh my god! Aku salah petik bunga!" Ia jadi panik. Tangannya menggenggam tanganku, kemudian memelukku erat. Bunga-bunga itu lepas dari genggamanku.

"So love me like you do, Rain." Aku yakin, ia tidak melihat senyumanku ini di atas bahunya.

"Aku selalu begitu," katanya.

Namun, tiba-tiba tubuh Rain ambruk. Suara jatuhnya bagai mendengar mobil yang berlari kencang menabrak pohon besar.

"Rain!" ucapku. Entah mengapa tubuhku terasa bugar, kontras dengan yang kurasakan tadi.

Aku bertekuk lutut dan mengguncang-guncangkan tubuh lelaki yang aku cintai itu. "Rain!"

Dari belakang, terdengar langkah kaki seakan mengetuk-ngetuk gendang telingaku. Aku menoleh ke sumber suara. Betapa terkejutnya aku melihat seorang lelaki berwajah mirip Rain. Bedanya, yang kulihat sekarang, ia agak pucat, rambutnya tidak berjambul, dan pandangannya kosong. Aku seperti berada di tengah-tengah anak kebar.

Di saat aku sedang berusaha menyadarkan Rain, lelaki itu bertekuk lutut di sampingku. Ia berbisik di telinga kananku, "Apa kau tahu? Jin dapat rela bertukar nyawa demi menyelamatkan seseorang yang dicinta. Namun, kau tak akan tahu, ia dapat hidup kembali juga demi seseorang yang ia cintai."

"Rain!" aku memeluk erat lelaki itu.

- End

0 komentar: