Jin Rain (1)

Ilustrasi - Sumber: google.com
Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

Aku dan Rain tidak pernah merasa ada perbedaan, meski lelaki itu berasal dari bangsa jin. Ia memiliki alis agak tebal terukir rapi, mata hijau berbinar, dan di tangan kanannya terdapat tato naga. Rain memiliki aroma tubuh yang kusukai, ia wangi jeruk. Setiap aku dekat dengannya, aku serasa sedang ada di perkebunan jeruk yang siap untuk diekspor.

"Kau menyukaiku?" tanyanya, sembari mencicip coklat dengan ujung lidahnya. Di bangsanya, tak ada yang namanya makanan manis itu. Jadi, ia terlihat saat hati-hati memamakannya.

"Tentu" jawabku. "Tak perlu ada alasan untuk mencintai seseorang, bukan?".

"Ya, aku setuju denganmu". Ia terlihat sibuk mengunyah, membalas perkataanku tanpa menoleh ke arahku. "Cinta harus seperti itu 'kan?".

Aku sudah mengenali Rain lebih dari satu bulan. Minggu lalu, ia membeberkan semua rahasia tentangnya. Ketika ia mengaku berasal dari bangsa jin, hatiku hancur seperti gelas yang dibanting ke permukaan lantai. Namun, kehancuran itu ia bangun kembali, ternyata ia pun mencintaiku.

"Kau masih percaya ada jin mencintai manusia?" tanyaku pada lelaki yang menyukai memakai baju lengan panjang. Ia sengaja memakai baju seperti itu untuk menutupi tato naganya. Ia mengaku, setiap orang yang melihat tato naga itu akan tertimpa nasib buruk dalam waktu dekat.

"Aku selalu percaya dengan apa yang aku yakini". Ia menggulung baju pada kedua lengannya. Tato naga Rain terlihat sangat bernilai seni. Meski warna tatonya hitam semua, namun penampakkannya bergambar tiga dimensi. "Kau percaya tidak?".

Aku bergumam. "Percaya tidak percaya. Meski aku sudah terlatih patah hati, tapi tetap saja begitu".

"Kenapa?". Ia kembali mengunyah coklat.

"Karena aku belum melihat ada jin mencintai manusia".

"Kau tidak melihatku?".

"Kau mencintai aku?".

Restoran ini seperti milik kita berdua. Beberapa orang tertuju kepada kami layaknya menonton artis ternama syuting film. Meja, bangku, cangkir yang berbentuk huruf U, serta minuman soda yang segar saat meluncur di tenggorokan semakin membuatku lupa bahwa sedang mencintai seorang jin.

"Tentu" jawabku dengan malu-malu.

Ia tertawa. Kemudian membalas, "Selly, percayakah wajahmu sekarang mirip langit senja warnanya jingga? Jangan sungkan jujur kepadaku, apalagi tentang perasaanmu". Ia mengedipkan mata sebelahnya. Aku semakin tersipu.

- to be continued ...

0 komentar: