Melukis Wajah Dara

Ilustrasi: wolipop.detik.com
Cerpen ini ditulis untuk mengikuti tantangan menulis #KataNada dari @KampusFiksi

Sore ini waktu yang tepat untuk bersenja gurau bersama Dara. Langit jingga sudah tampak merona lengkap dengan gulungan awan bak kapas yang berterbangan di atas sana. Indah dan memesona, tapi tidak untuk suasana kami berdua.

"Kamu apa kabar?" itulah pertanyaan pertama Dara. Untuk mendapatkan pertanyaan itu, aku harus bersusah payah terdiam, memejamkan mata, dan melacak kembali kenangan mana yang harus kubawa saat ini.

"Baik, setelah kamu menanyakan itu kepadaku," jawabku tersenyum. Aku menghela napas sedalam mungkin. "Udah lama banget ya kita nggak pernah ketemu."

Dara mengangguk seraya tersenyum. Telah lama tidak bertemu membuat Dara sedikit tampak asing di mataku. Kini, Dara bagai langit senja yang sempurna dengan goresan pelangi, serta beraura embusan angin yang mengelus manja kedua pipiku.

"Pacarmu baik-baik saja?"

Seketika senyumnya luruh. "Sepertinya aku salah memilih."

"Lalu kenapa tetap memilih dia waktu itu? Padahal aku sudah berusaha menjadi seperti yang kau minta."

Dara seakan bergumam, tepat saat angin tiba-tiba berembus kencang. "Kamu itu mantan terindah aku."

Apa aku salah dengar? "Memang ada yang salah dengan kata mantan itu?"

"Iya. Bahkan, salah besar." Aku menunggu Dara berjeda. "Aku salah sudah membuat kamu menjadi mantanku."

Nyaris saja aku tergelak. "Tapi kapan ya kita akan bertemu lagi?"

"Memang kenapa? Harusnya kamu beryukur dengan kehidupanmu yang sekarang, tidak seperti kehidupanku yang sudah berbeda."

"Aku tidak peduli," gumamku. "Rasanya aku rindu momen-momen itu. Kita duduk bersama, tertawa, bercanda, dan segalanya tercipta untuk mendekatkan kita."

Langit mulai menggelap. Aku menilik jam tangan. Ternyata, sudah pukul lima lewat dua puluh menit. Langit yang mulai gelap itu seakan mewakili wajah Dara yang muram. 

"Maafin aku ya."

Jujur saja, aku tahu maksud permintaan maaf Dara yang tiba-tiba itu. "Seharusnya kamu beritahu aku di saat kamu sakit waktu itu."

"Aku cuma nggak tega."

"Kamu lebih memilih tega meninggalkan aku tiba-tiba?"

Saat melihat tanaman yang bergoyang, itu cukup mewakili wajah Dara yang menggeleng. "Bukan begitu. Aku nggak tega pada diriku sendiri yang tersiksa."

"Kalau tahu keadaanmu waktu itu, aku pasti menjenguk. Kamu sama sekali tidak memberi ruang. Bahkan, teman dekatku saja tidak memberi tahuku."

"Aku hanya tidak ingin merepotkan kamu."

"Tapi aku lebih tidak ingin melihat kamu berjuang sendirian, Dar."

Saat beberapa burung mungil melintas sambil mengepakkan sayap, seolah Dara kembali menyimpulkan senyuman. "Sudah. Nggak perlu diperdebatkan lagi. Aku sudah bahagia. Yang perlu kamu lakukan di sana adalah mendoakanku agar aku tetap baik-baik saja di sini."

"Itu pasti, Dar." Aku ikut tersenyum. "Kamu ingat nggak di saat temen-temen kamu bilang, ternyata ada ya cowok yang mau sama cewek gila kayak kamu."

"Cowok itu pasti lebih gila dari aku." Aku sangat hapal tawa Dara ketika itu hingga kembali membekas dalam ilusi. Membuatku tertawa sendiri.

"Kamu itu aneh ya. Di saat aku tidak memikirkan kamu, eh kamu malah datang di mimpiku semalam."

"Aku datang ke mimpimu untuk mengingatkanmu."

Dahiku mengerut, berpikir. "Mengingatkan apa?"

"Coba kamu lihat sekarang tanggal berapa."

Aku bergumam.

"HEH!" Mama menepuk pundak kananku, membuatku terperanjat. Semua ilusi itu lebur seketika. "Dari tadi kamu melamun terus." Mama celingak-celinguk. "Kamu lagi ngapain sih di sini?"

Melukis wajah Dara, jawabku dalam hati. "Lagi mau lihat kalender, Ma."

Aku berlari ke dalam, kemudian turun ke lantai satu menuju ruang keluarga. Aku sigap mengambil kalender yang menggantung di tembok.

"Sekarang tanggal berapa?" tanyaku pada adikku yang tengah asyik bermain PS.

"Dua puluh tujuh."

Jariku langsung menyentuh tanggal yang disebutkan. Aku melihat ada catatan kecil yang tertera. Ternyata, hari ini tepat di saat Dara meninggalkanku. Meninggalkan dunia. 

"Semoga kamu tenang di sana. Dara."



**
Terinspirasi dari lagu Chrisye - Seperti Yang Kau Minta.

0 komentar: